• Hai, Welcome ! Like us on:

Pertanyaan vs Jawaban




Salah satu hal utama dalam pembelajaran konstruk adalah dengan bertanya kepada siswa mengenai topik  yang sedang diajarkan. Saat mencoba metode belajar konstruk selama micro teaching, pertanyaan dan jawaban mengalir dengan relatif mudah. Ya, karena itu semua hanya sandiwara.
Kenyataan di lapangan?
Siswa kelas tiga SD Inpres Ondo-ondolu SPC adalah yang paling “ekspresif” di sekolah. Mereka sangat bersemangat ketika proses belajar dilakukan dengan tanya jawab. Mereka mengangkat tangan dengan penuh semangat. Lalu bagaimana dengan jawaban yang mereka lontarkan? Tak terlalu buruk. Tapi kalau kita tidak siap mengantisipasi, jawaban yang mereka berikan dapat sangat diluar dugaan. Jawaban tersebut membuat kita berpikir ulang dan kemudian menyimpulkan: bukan jawabannya yang salah, melainkan pertanyaannya yang kurang tepat.
Pada pekan pertama mengajar, saya memberi materi mengenai benda hidup dan benda mati. Setelah sukses dengan pertanyaan mengenai benda hidup, saya kemudian beralih kepada benda mati.
“Siapa dapat menyebutkan contoh benda mati?”
Dengan penuh semangat Andis mengangkat tangannya, “Saya, Bu!”
“Ayo Andis!”
“Orang yang sudah mati, Bu...”
Saya tak tahan untuk tak tersenyum mendengarnya.
Di lain kesempatan, masih dalam pelajaran IPA, saya menjelaskan mengenai berbagai macam wujud benda. Saya memulai pelajaran dengan meminta mereka menyebutkan sebanyak mungkin benda yang ada di sekitar mereka. Banyak benda telah disebutkan, mulai dari benda padat, hingga benda cair. Namun, belum ada yang menyebutkan udara. Ya, mereka tak menganggapnya sebagai suatu benda sepertinya. Saya kemudian memancing dengan pertanyaan. Harapannya, akan terlontar jawaban udara dari salah satu siswa.
“Benda apa yang ada di semuuuuaaaaa tempat. Di rumah ada, di dapur ada, di lapangan ada, di kelas juga ada. Siapa yang tahu, benda apakah itu???”
Hamdani, yang termasuk salah satu siswa yang kurang percaya diri, mengangkat tangan dengan penuh semangat dan percaya diri. Ketika saya memilihnya, matanya terlihat berbinar. Sambil menarik nafas dan dengan penuh keyakinan dia menjawab dengan lantang,
“ S E T A A A N, Bu....”
Bahkan kali ini saya spontan tertawa. Sekali lagi, pertanyaan yang kurang tepat rupanya.
Meski demikian, tak jarang jawaban mereka begitu mengagumkan dan sangat tepat. Setelah menjelaskan berbagai jenis gerak benda melalui benda-benda sederhana, saya kembali bertanya.
“Coba, benda apa yang bergerak secara berputar?”
“Bola!”, jawab Fikri
“Kelereng!” jawab Wahyudi
Bagus, mereka mampu menghubungkan permainan dengan pelajaran. Saya masih membuka kesempatan untuk menjawab. Jawaban selanjutnya cukup mengejutkan.
“Kipas angin!” , jawab Meilan.
Kipas angin? Benar sekali. Benda yang sangat jarang terlihat di desa ini.
“Helikopter!”
Rupanya mereka membayangkan baling-baling helikopter. Bagus sekali.
“Kincir air! Kincir angin!”
Wah, ternyata mereka tahu tentang kincir angin dan kincir angin.
Selain dalam proses pembelajaran, terkadang pertanyaan diajukan sekedar iseng untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan mereka akan dunia luar. Suatu saat ditengah kerja bakti membersihkan kelas, saya bertanya,
“Hayo, siapa presiden Indonesia!”
Hampir serentak, mereka menjawab, “Jendral Sudirmaaaan”
“Looo.... kok bisaa??”, saya heran.
“Iya Bu.... Itu fotonyaaaa...”
Saya kemudian baru tersadar, efek tidak adanya foto Presiden dan Wakil Presiden di kelas ini. Rupanya, mereka mengira Jendral Sudirman adalah Presiden karena fotonya terpampang di kelas ini.
“Lihat....di foto ini ditulis, lahir tahun 1916 meninggal tahun 1950. Jendral Sudirman sudah meninggal dulu sekali.”
“Berarti yang di sini sudah meninggal semua, Bu??”
Anak-anak ini yang seringkali dicap bodoh dan bebal karena “keaktif-reaktifannya” ini memang tak boleh diremehkan. Mereka sama sekali tak bodoh. Imajinasi mereka berkelana, mencari jawaban atas pertanyaan yang diajukan.
“Ayo siapa tahu lembah itu apa?”
“TAWON, Bu!”
“Bukaan, itu lebah....”
“Itu Bu, yang suka bikin sarang di dinding...”
Astaga....mereka menganggap lembah adalah laba-laba. Saya teringat tebak-tebakan yang biasa dilontarkan komedian di televisi.
Ketika jawaban yang diajukan ternyata salah, mereka mencoba lagi dengan tak kalah semangat. Dan ketika ternyata tetap salah dan mereka diberi jawaban yang benar, mereka akan memperhatikan dan mencoba mengingatnya. Beberapa minggu kemudian, saya teringat tentang nama presiden Indonesia dan mencoba kembali bertanya,
“Siapa presiden Indonesia?”
Bercampur dan berebut, serentak mereka menjawab sambil mengacungkan tangannya setinggi mungkin.
“Susilo Yudhoyono!”
“Bambang Susilo Yudoyono!”
“Susilo Bambang Yudhoyono!”
Tak buruk bukan?

1 komentar:

Buntaric mengatakan...

keren....
itu memang nyata.
aku pernah mengalami itu waktu masih SD.
:)

Posting Komentar

Silahkan Berargumentasi. ^_^
Readers may send comments on this post. The contents of comments not represent the views, opinions or policies Ikatan Alumni Titian Foundation and entirely the responsibility of the sender.

Readers can report a comment if it is considered unethical, abusive, defamatory, or redistributed. Ikatan Alumni Titian Foundation will consider each complaint and may decide to keep or delete the comment display.